Sabtu, 14 Maret 2020

Kisah Pendaki Tersesat di Gunung Ciremai - PART 2

PART 2!!

Awal Memasuki Jalur Pendakian Palutungan

Kami melewati pemukiman desa  Palutungan, benar ucapan lelaki yang bertemu dibus memang jalur Palutungan sangat indah dan tidak terlalu curam.
 Sepanjang perjalanan Kami bercanda agar perjalanan yang Kami tempuh tidak terasa terlalu jauh dan cape. Disela waktu Kami melewati pemukiman Kami semua disuguhkan dengan hamparan ladang wortel yang tumbuh sangat subur dikaki Gunung Ciremai tersebut. Kami menyempatkan diri untuk meminta beberapa wortel dari sipemilik ladang, Kami membawa wortel tersebut untuk bekal diperjalanan. Selama Kami berjalan mengikuti jalan setapak yang Kami lalui benar-benar terasa alami sepertinya alam yang membuat jalur dengan sendirinya.
 Kami tidak menyadari bahwa jalur yang Kami lalui sepertinya sudah sangat jarang dilalui para pendaki. Track yang Kami lalui terbentuk asli dengan sendirinya, Kamipun terhalang dengan tumbangnya salah satu pohon besar yang menutupi jalur setapak, akhirnya Kami berhenti melihat sekeliling dan berpikir mau lewat mana. Lalu tidak lama kemudian ada satu kelompok pendaki yang turun dari atas berlawanan arah dari Kami mereka menuruni jalur lewat pohon yang tumbang didepan Kami agak kaget dan kelompok pendaki yang turun itu hanya tiga orang akhirnya menghampiri Kami ia bertanya kepada Kami.
"Mas baru mau muncak ya?....”
"Ia Mas, wah jalurnya tertutup pohon tumbang ya mas?...”
"Ia, masnya telat kita dah turun masnya baru mau muncak!, kalo gitu Saya lanjut turun yah mas, sukses yah sampai puncak!” Kata para pendaki tersebut memberikan semangat.
"Ia mas tanks yah mas hati - hati juga mas!”
Lalu Kami semua melanjutkan perjalanan dengan melewati pohon besar yang tumbang itu yang sangat licin penuh dengan lumut.
Kami semua dengan hati-hati sambil sedikit merangkak sambil memegang ranting-ranting pohon tumbang itu melewati akhirnya Kami semua sampai menemukan jalur setapak lagi.
Langitpun mulai gelap dan Kami menemukan rombongan pelantikan pecinta Alam salah satu Universitas kota Cirebon. Kami memutuskan mendirikan tenda didekat rombongan pelantikan tersebut. 
Waktu semakin malam udara disekitarpun mulai terasa dingin. Untuk menghangatkan tubuh, Kami membuat kopi dan memasak untuk makan malam. Tak lama kemudian Kami mendengar seperti suara rombongan sampai ke tenda pecinta alam yang berada di dekat tenda Kami. Lalu Kami mengunjungi ketenda mereka Kami berkenalan dan sempat sebentar mengobrol sambil menikmati agar–agar yang Kami buat dimalam itu.
 Ternyata mereka dari salah satu Universitas kota Cirebon baru saja melakukan kegiatan mencari jejak. 
Pagi haripun tiba matahari sudah menembus kabut dan dedaunan, Kami terbangun lalu Kami mandi disungai yang dekat tenda Kami dan yang lain mengepak peralatan pendakian ada juga yang membuat sarapan untuk mengisi tenaga Kami. 
Setelah semua selesai Kami pamit dengan rombongan pelantikan pecinta alam itu dan disitulah akhir Kami bertemu orang lain selain Kami berempat, Kami terus melanjutkan pendakian melewati jalan  setapak yang benar-benar alami dan banyak sekali papan peringatan yang dibuat para pecinta alam (ranger) untuk tata tertib pendakian Ciremai, ada yang berisikan
"DILARANG BICARA TIDAK SOPAN / SEMBARANGAN"
Kami melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Ciremai sepanjang perjalanan Kami masih tetap menghibur diri Kami dengan bercanda karena memang salah satu dari Kami yang bernama Naning sangat kocak anaknya, kebetulan Naning itu belum pernah melihat bagaimana Edelweis (bunga abadi yang ada di Gunung) yang masih di tangkainya atau dipohonya langsung, disepanjang jalan Kami semua membohongi Naning kalo ada bunga liar yang Kami lewati, Kami semua bilang kepadanya.
"Ning tuh bunga abadi…!"
Dengan senangnya Naning memetiknya lalu Kami menertawakannya.
"ha..ha..ha..!!!!"
"Bukan Ning nanti mungkin dipuncak sana kita bisa nemuin Edelweis”.

Misteri Goa Walet Yang Ada di Dekat Puncak Gunung Ciremai

Mungkin kurang lebih sekitar dua jam lagi perjalanan apabila dilihat dengan mata kepala Kami bisa sampai dipuncak, tiba-tiba Peking menghentikan perjalanan ia berkata.
"Woy break dulu yah kayaknya gw gak sanggup lanjutin lagi perjalanan, lagian juga  gw susah nafas terus sudah sore gimana kalo kita buka tenda disini?...” Teriak Peking.
"King bentar lagi sampe ke puncak tuh dah kelihatan Puncaknya!” Balas Saya.
Peking tetap saja tidak bisa melanjutkan perjalanan lagi mungkin karena oksigen mulai menipis karena ketinggian, Peking makin terasa susah bernapas. Akhirnya Kami memutuskan untuk ngecamp atau membuka tenda. Ternyata disekitar kita ada sebuah Goa yang tidak Kami ketahui sebelumnya, Kami tahu karena melihat papan petunjuk yang dipasang dipohon yang bertuliskan "Goa Walet" yang posisinya berada dibawah sana. Tetapi Saya pribadi jujur awal melihat mulut Goa tersebut merasa sangat takut lalu Saya berpendapat.
"Gimana kalo diriin tenda di luar Goa aja?....”
"Gw gak mau kalo diriin tenda di luar goa mending di dalem aja lebih Aman, kalo ada badai kita gak bakal kena badai” Protes Peking.
Saya berpikir gak akan terkena badai karena posisi untuk menjangkau kegoa tersebut harus turun  mungkin sekitar 5-7 meter dari kami berdiri, jadi sebenarnya walaupun Kami mendirikan diluar goa kita terlindung dibalik tebing yang ada disekitar kita atau tepatnya Kami semua berada disekitar antara tebing tersebut.
Akhirnya Peking malah emosi dia tetap saja memaksa Kami semua untuk mendirikan tenda didalam goa sampai ia membanting dirigen stok air minum yang ia bawa. Akhirnya Encam dan Naning menenangkan keadaan saat itu mereka bilang,
"Ya udah Tis kita cek aja dulu kedalam goa itu siapa tahu ada tempat yang enak?...”
Lalu Kami semua mengecek kedalam goa, dimulut goa banyak sekali botol-botol air mineral yang berfungsi menampung tetesan air yang jatuh dari stalaktit yang ada di sekitar mulut goa. Yang ada dibenak Kami, mungkin air itu untuk membantu para pendaki yang kehabisan stok air untuk menuju puncak karena sudah tidak ada lagi sumber air untuk menuju puncak selain tetesan air dari stalaktit tersebut. 
Dengan bantuan senter dan lampu badai untuk menerangi pandangan mata Kami untuk melihat  kedalam goa, karena benar-benar tidak ada cahaya selain dari senter dan lampu badai tersebut saat Kami mulai kedalam goa itu.
Akhirnya Kami menemukan tempat yang sangat sempit tetapi cukup untuk berbaring empat orang, tanahnya sangatlah halus mungkin seperti rumah-rumah dipedesaan yang lantai hanya tanah yang sudah keras dan mengkilat hitam, kurang lebih seperti lantai yang terbuat dari tanah dan di atasnya sudah diberikan plastik untuk menahan tetesan air dari atas goa tersebut. Kamipun tidak pernah tahu siapa yang memasangnya, akhirnya Kami memutuskan menginap di tempat itu karena dari yang Kami lihat hanya tempat itu yang terbaik menurut Kami.
 Kami semua membawa peralatan Kami kedalam Goa itu dan merapihkan untuk menginap semalam ditempat itu walaupun Kami tidak bisa mendirikan tenda untuk Kami tidur, Kami hanya menggunakan tenda dan matras untuk mengalasi Kami tidur. 
Di atas langit-langit goa tersebut memang banyak sekali sarang burung walet karena burung-burung walet banyak bersarang diantara celah  atap goa dan berterbangan dari langit-langit Goa tersebut. Kami berpikir mungkin Goa ini dinamakan "Goa Walet" karena banyak sekali burung walet yang bersarang di Goa ini. 
Tanpa Kami sadari dari tempat berbaring Kami yang kurang lebih 2x3 meter di bawah kaki Kami ada lubang yang sangat gelap,  Kami cek dengan menjatuhkan batu kedalam lubang atau rongga Goa tersebut untuk mengetahui apakah dangkal atau sebaliknya. Ternyata lubang itu sangat dalam sampai batu yang tadi Kami jatuhkan sangat lama menyentuh dasar lubang  pantulannyapun saat terdengar menunjukan bahwa lubang itu cukup dalam, rasa ketakutan Saya semakin tambah, lalu waktu semakin malam Kami memutuskan untuk berbaring, tidak lama kemudian Encam berteriak disaat Kami semua sudah mulai tidur.
"Aduh gw kebakar, Aduh gw kebakar...!!” 
Kami semua terbangun lalu bertanya.
"Apa yang ke bakar Cam?....,”
"Ini badan gw kaya kebakar?...” Kata Encam Menjelaskan.
Lalu Encam membuka jaket yang ia pakai dengan penerangan senter dan lampu badai Kami melihat kearah yang terasa terbakar pada tubuh Encam tepatnya dibawah ketiaknya ternyata kulitnya terkelupas, bahkan ada bagian kulit yang ikut menempel dijaket Encam karena jaket Encam berupa rajutan benang atau sweater rajut, kulit yang terkelupas mungkin kurang lebih lebarnya setelapak tangan orang dewasa. Lalu Kami mengobatinya dengan peralatan P3K yang Kami bawa, ternyata penyebab kulit Encam terbakar karena, minyak tanah yang tumpah dijaketnya dari lampu badai yang dia taruh didalam Carriernya yang dibalut jaket untuk terhindar dari benturan. ternyata isi minyak di dalam lampu itu masih tersisa dan tumpah dijaketnya. 
Pengalaman yang kita dapat dari kejadian itu ternyata minyak tanah sangat berbahaya apabila dikeadaan suhu tertentu yang dingin apabila terkontak langsung dengan kulit. Lalu Kami semua melanjutkan tidur suasana didalam Goa semakin mencekam tidak lama kemudian Naning membangunkan Saya.
"Tis bangun…!"
"Kenapa Ning?..”
"Gw pingin kencing tapi dimana yah gw serem nih?..”  
          "Sama gw juga dari tadi nahan kencing Ning!”
Encam dan Peking akhirnya terbangun dari tidurnya karena mendengar obrolan Kami berdua merekapun menyarankan,
"Ya udah kencing aja di depan sini Ning!”
Jadi akhirnya Kami berdua buang air kecil dilubang yang ada dibawah kaki Kami yang sebelumnya lubang yang Kami cek dalam sekali itu, 
Kami berdua melanjutkan istirahat karena besok pagi Kami semua harus sudah melanjutkan pendakian kepuncak. 
Pagi hari pun tiba Kami lihat jam sekitar 06.15, tetapi Kami semua tidak melihat cahaya matahari sedikitpun yang masuk kedalam Goa. Tiba-tiba Peking bangun dari tidurnya belum sedikitpun ia minum ataupun mengucek kedua matanya ia seperti orang menyanyi dan yang sangat anehnya ia menyanyikan lagu yang asing liriknya karena pas Saya perhatikan lalu Saya tanyakan.
 "King lo nyanyi lagu siapa?... “
Gw gak nyanyi apa - apa kok?...” Jawab Peking dengan santainya.
Sayapun bingung karena Saya jelas-jelas mendengar Peking menyanyikan sebuah lagu, syair lagu yang Peking nyanyikan yang Saya masih ingat dengan jelas "Aku Terdampar di Hutan yang Luas Ini" dan jujur saja nadanya lumayan bagus Peking nyanyikan, yah sudah Saya mengabaikan nyanyian tersebut, lalu Kami semua mengepak barang masing-masing untuk melanjutkan pendakian ke puncak.

Pendakian Menuju Puncak Ciremai (Batu nisan Pendaki Dari Kota Bekasi Yang Ada di Puncak Ciremai)

Kami semua melanjutkan pendakian kepuncak Gunung Ciremai ternyata untuk mencapai puncak Kami harus melewati jalur yang sangat terjal penuh dengan bebatuan dan sudah tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh besar disekitar puncak sana. Mau tidak mau Kami semua merangkak dengan beban carrier  masing-masing yang Kami bawa hanya dibantu bebatuan yang ada disekitar untuk berpegangan, banyak juga bebatuan yang jatuh akibat Kami jadikan pijakan dan pegangan. Ada beberapa batu yang jatuh mengenai kepala diantara Kami akhirnya Kami mendaki dengan berzig-zag agar bebatuan yang jatuh tidak tertimpa lagi karena sangat berbahaya apabila diantara Kami tergelincir kebawah sana. Mungkin kurang lebih satu setengah jam Kami melewati jalur yang sangat curam itu akhirnya Kami sampai dipuncak Gunung Ciremai.
Kami berempat sangat bangga dan sangat mengkagumi kebesaran Allah SWT. Mungkin itu semua ungkapan yang umum bagi parapendaki karena dengan kita berada dipuncak atau berdiri ditanah yang Allah SWT, ciptakan lebih tinggi dari sekitarnya kita semua akan merasakan makhluk yang sangat kecil yang tak ada bedanya dengan butiran debu. Itu menurut Saya  mungkin inilah salah satu Allah SWT memberikan hobi atau sebuah keinginan pada setiap umatnya, apapun keinginannya tanpa terkecuali apabila sudah dapat mencapainya Allah SWT memiliki tujuan agar setiap umatnya dapat mensyukuri nikmat yang ia telah berikan dan untuk memahami bahwa kita semua mahluk yang tidak sempurna agar dapat mengetahui kebesarannya.
Kami berempat menikmati pemandangan yang sangat indah dari puncak sambil menikmati wortel yang Kami bawa dari perkebunan dibawah kaki Gunung Ciremai, ternyata wortel yang Kami bawa dimakan dengan gula pasir terasa nikmat apa karena laper yah. Tidak lama kemudian Kami mengambil gambar disekitar puncak yang Kami sudah capai, Kaldera (kawah) terlihat indah banget berwarna hijau. Tiba-tiba ada seekor burung yang datang menghampiri disaat Kami mengambil gambar (Foto-foto) Kamipun tidak tahu nama burung itu, warna burung itu kepalanya coklat tua sebesar burung poksai uniknya burung itu tidak takut dengan Kami semua, burung itu meloncat-loncat mendekati Kami semua. Lalu Naning mendekati burung itu Naning seperti mengajak ngobrol burung itu.
"Burung - burung sini!!”
Dan Naning memuji burung itu bagus, Kami semua ternyata memiliki pemikiran yang sama. Agak aneh juga yah belum pernah selama pendakian sampai puncak Gunung yang Kami pernah daki bertemu seekor burung yang terlihat jinak, tak lama kemudian burung itu meloncat agak menjauh dari Kami semua dan burung itupun terbang entah kemana. 
Lalu kurang lebih sekitar satu jam Kami dipuncak sana setelah selesai menikmati salah satu kebesaran Tuhan, istirahat dan mengisi perut, Kamipun menghabiskan perbekalan yang  Kami bawa dipuncak selain memang Kami membawa perbekalan secukupnya karena Kami pikir Kami akan lebih cepat untuk perjalanan turun melalui jalur Linggarjati dari pada jalur Kami mendaki, pikir Kami sore hari sudah sampai ke pos Linggarjati. Salah satu dari Kami ingat bahwa ada seorang pendaki dari kota Kami yang dibuatkan batu nisan oleh keluarganya dipuncak Gunung Ciremai. Lalu Kami memutuskan untuk mencari batu nisan tersebut, karena Kami semua tidak pernah tahu sebelumnya jadi Kami sangat ingin mengetahui batu nisan itu. 
Akhirnya Kamipun menemukan nisan tersebut walaupun sebelumnya Kami salah dengan batu nisan tersebut, karena dipuncak sana ada sebuah patok itu istilah dari Kami  karena benda tersebut terbuat dari batu yang dicor. 
Kami semua sudah mendoakan patok tersebut yang Kami kira nisan lalu Kami melanjutkan perjalanan untuk turun dari puncak menuju jalur Linggarjati. Ternyata sebelum Kami menemukan jalur Linggarjati Kami menemukan sebuah batu nisan yang sebenarnya yang dikatakan sebelumnya oleh Pak Sandi, yaitu salah satu korban kecelakaan pendaki di Gunung Ciremai ternyata ialah pendaki yang berasal dari kota Kami Bekasi, ternyata lengkap seperti batu nisan pada umumnya bertuliskan Nama, Tanggal, Bulan, dan Tahun wafatnya. Saya hanya ingat ia wafat persis satu tahun yang lalu 2001 kalau tidak salah bulannya  sama dengan Kami mendaki yaitu bulan April, disekitar batu nisan tersebut ada beberapa botol air mineral dan botol parfum, mungkin itu adalah bukti bahwa banyak juga para pendaki yang mendoakan salah satu pencinta alam yang telah mendahului kita semua. 
Kami semua bersama-sama mendoakan dan Encam meninggalkan sebotol bekal air mineral yang ia bawa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lirik Lagu Boy With Luv-BTS

2019. Lagu berjudul Boy with Luv dipercaya sebagai title track utama di album Map of the Soul: Persona. Di lagu ini BTS mendapat kesempat...